Jangan ragu melepas merpati terbaik untuk terbang
Karena yang terbaik akan selalu tahu arah jalan pulang
Kisah ini berawal sejak gue lahir. Dari bayi yang suci, bersih tanpa noda ke dunia yang sangat fana ini. Dunia yang hanya diibaratkan sebagai senda gurau semata, sebelum nantinya menuju ke negeri akhirat yang lebih abadi kelak. Senda gurau yang membuat gue salah menafsirkan makna sebenarnya tentang apa itu hidup. Jati diri yang dicari, hanyalah sebuah pengetahuan dan pelarajan tanpa adanya pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Memang, hidup gue dibesarkan dari lingkungan yang sudah tercemar. Lingkungan dimana tempatnya para berandalan berkumpul untuk saling unjuk kekuatan. Lingkungan dimana tempatnya para pembunuh bayaran berkumpul untuk menunggu sebuah panggilan. Mungkin kalian tak pernah menyangka, bahwa seorang Arif Muhammad Iqbal pernah menjadi ketua geng pada zamannya wkwk. Yaa, meskipun geng kecil-kecilan di kampung sendiri, tapi tetep ketua geng, kan? Asekkk. Tawuran hampir setiap minggu dengan kampung tetangga, bermotif unjuk kekuatan perihal olahraga. Sebut saja kami ber-kwartet sebagai pengurus besarnya. Gue sebagai ketua, Ong sebagai bendahara, Bajang sebagai sekretaris, dan Padem sebagai seksi uncag incig mencari lawan untuk bertanding. Halah, dalam geng ada bendahara sama sekretaris? Pasti, dong! Siapa tau aja kita pengen buat kaos olahraga? Atau piknik, misalnya? Tapi, ada sebuah rutinitas yang lucu. Hampir setiap minggu, gue ber-kwartet pergi mengunjungi rumah pacar masing-masing dengan gue sebagai penyumbang dana bensin dan makanan mereka. Engga modal banget emang wkwk. Ong pergi ke daerah yang lumayan jauh, Bajang ke daerah deket SD gue, Padem ke daerah perbukitan, semua itu kami lakukan ber-kwartet dengan solidnya. Lah, gue? Cuma gue yang jomblo pada masanya. Entah kenapa, yaa males aja gitu-alasan klasik seorang yang belum laku-kali yaa wkwk. Selain olahraga dan beberapa kebiasaan buruk di atas, kami ber-kwartet pun punya hobi yang sama, band. Gue sebagai drummer, Bajang sebagai gitaris, Ong sebagai bassis, dan Padem sebagai vokalis. Dari hobi kami tersebut, tak sedikit yang mengundang untuk mengisi berbagai acara, mulai dari kegiatan di balai desa hingga perpisahan sekolah. Namun, sadarilah! Demi cinta, seorang pembunuh bayaran sekali pun akan menjadi penyayang kepada orang yang dicintainya.
Mencintai orang-orang yang sedang jatuh cinta merupakan sebuah keharusan dan sudah menjadi fitrah bagi setiap makhluk hidup, yang karenanya bumi dan langit seakan-akan menjadi tegak dan menyatu sehingga sulit untuk dapat dipisahkan. Siapa yang tidak masuk ke dalam sebuah taman cinta yang indah lagi mempesona, maka ia tidak akan mampu mendapatkan suatu nikmat kedekatan atas nama cinta.
Akal tanpa cinta, tidak akan mampu untuk bisa berpikir dan berkonsentrasi dengan sangat maksimal.
Sepasang mata tanpa cinta, tidak akan mampu untuk bisa melihat indahnya dunia yang sedang dilanda asmara.
Langit tanpa cinta, tidak akan mampu untuk bisa menurunkan nikmat berupa air hujan, yang dimana dari air hujan itu lah kita bisa mengambil berbagai macam manfaat darinya.
Sebuah taman tanpa cinta, tidak akan mampu untuk bisa menumbuhkan bunga-bunga cantik yang mekar menghiasi setiap sudut-sudut kota di sekelilingnya.
Perahu tanpa cinta, tidak akan mampu untuk bisa mengarungi luasnya samudera yang begitu ganas.
Seorang pemimpin tanpa cinta, tidak akan mampu untuk bisa memerintah wilayah kekuasaannya, seperti halnya raja tanpa mahkota.
Dengan cinta, terjadilah gugusan galaksi bima sakti yang menyisakan tanda tanya besar di hati. Dengan cinta, kegembiraan dan kedamaian terus merebak membanjiri setiap penjuru alam semesta ini.
Lagi, lagi, dan lagi. Gue berpikir bagaimana cara yang dilakukan oleh orang lain dengan sangat mudah serta indahnya berujar tentang sebuah rasa cinta, kasih sayang, dan suatu kebahagiaan yang tak tergantikan bersama pasangannya. Rasanya, gue sangat menikmati setiap coretan-coretan tinta hitam yang menari-nari di atas buku diarinya dan mengapa sangat begitu indah saat gue mulai membaca dan menghayatinya? Mungkinkah orang-orang tersebut benar-benar sedang di mabuk asmara, atau hanya fiksi semata? Sungguh jika itu hanya sebuah ilusi atau sebuah harapan, gue ingin menulisnya di dalam buku diari gue sendiri. Gue ingin sekali mempunyai imajinasi tentang bagaimana caranya mengungkapkan sebuah rasa tanpa luka. Agar tulisan gue banyak bercerita tentang indahnya di mabuk asmara yang ditujukan kepada seseorang yang tidak pernah merasakan sakitnya berjuang tanpa disertai balasan yang setara. Namun nihil, gue sang penunggu senja yang hanya terus menerus berkhayal tentang rindu, tak akan mungkin menulis semua diari tentang itu.
Sampai pada akhirnya, gue beranjak ke kelas 11, dimana katanya pada masa ini sedang berada di titik bandel-bandelnya. Ungkapan itu mungkin ada benarnya, mungkin juga tidak. Tapi, yang gue alami yaa faktanya seperti itu. Kami ber-kwartet dengan hanya gue satu-satunya yang jomblo, mulai merasakan apa itu cinta. Di kelas baru, seperti biasa perkenalan nama, alamat, dan lain sebagainya. Namun, ada hal aneh yang menimpa diri gue, serasa ada perasaan aneh menyelimuti hati yang selama ini membeku untuk membuka ruang untuk berbagi bersama yang dicintainya. Gue terpesona akan kepribadiannya, tapi engga tau alasan kenapa gue tiba-tiba suka sama orang tersebut. Tak apa, toh jatuh cinta tanpa membutuhkan alasan, mengapa putus cinta harus selalu mencari-cari alasan, kan?
Sebut saja wanita tersebut namanya Novi. Seorang wanita asal Kota Dodol, Garut. Novi ini menurut gue orangnya pendiem, engga banyak ngomong, suka tidur di kelas, tapi yaa namanya cinta mau gimana lagi, kan? Tapi, ada satu hal yang menjadi ketakutan gue buat ungkapin perasaan langsung ke dia, MANTAN. Sesosok barang antik yang masih terpajang rapi di lemari hatinya. Sebut saja namanya Jefri, pria asal Majalengka yang entah seperti apa wujudnya karena berbeda sekolah dan belum pernah bertemu sebelumnya dengan gue.
Saat itu, malam perayaan tahun baru 2019. Jam menunjukkan pukul 8 malam. Gue chat Novi via whatsapp. Sembari basa-basi lebih tepatnya modus, alasan klasik romansa percintaan anak SMA. Mulai dari nanya lagi ngapain? Udah makan belum? Di rumahmu rame gak tahun baruan? Wkwk. Sampai pada akhirnya, dia chat gue, "2 jam menuju tahun baru," yang menyisakan tanda tanya di hati. Entah gue yang baperan atau dia emang ngode beneran. Entahlah. Kalo gue baperan, mungkin dia ngode kalo 2 jam lagi, dia pengen jadian tepat pada malam tahun baru. Biar tanggal jadiannya cantik gitu, 1-1-2019. Kek harbolnas gratis ongkir yee kan? Wkwk. Alasannya sederhana, mungkin dia pengen dirayain manusia seluruh dunia kalo misalnya jadian pada tanggal tersebut. Gue pun engga balas chat dari Novi, menunggu 2 jam lagi untuk balas chat dia sembari menyusun strategi gimana caranya jadian kek di film-film. Strategi cadangan pun udah gue siapin. Entah itu strategi 4-4-2, 3-4-3, maupun 4-3-3 kek formasi tim sepak bola wkwk. Semua udah gue susun rapi. Sampai pada akhirnya, 5, 4, 3, 2, 1 gue pun kirim chat ke dia yang berisi ungkapan perasaan gue dengan berdalih NEMBAK. Seraya di sambut ledakan kembang api menandakan perayaan tahun baru, semakin menambah enerjik malam itu. 5 menit gue tunggu, belum ada balasan. 10 menit belum juga ada. Sampai pada akhirnya menit ke-15 ia baru balas.
Daannnnnn, ternyata balasannya panjang bangettt. Udah seperti surat ultimatum atau bahkan tagihan hutang dari sebuah toko. Pantes dia balasnya lama, 15 menit cuy. Main ps dulu juga bisa seribu buat 15 menit wkwk. Gue pun semangat baca pesannya. Gue menyimak kalimat demi kalimat. Kata demi kata. Hingga di akhir pesan tersebut, dia tulis kalimat yang buat gue perih, "Maaf, aku nyaman dengan sendiriku ini," sudah gue duga, gumam syukurmu dalam hati.
Hellloo! Gue di TOLAK! Seorang Arif Muhammad Iqbal ditolak euy! Gue bingung mau ngapain. Gue coba strategi cadangan, beberapa trik udah gue keluarin. Namun nihil, dia engga balas chat gue lagi. Baca pun engga. Oke, gue gagal. Malam itu, gue engga bisa tidur. Gue coba paksa buat merem, tapi yaa mana bisa. Gue coba ke luar rumah. Di atas balkon, gue membayangkan peristiwa yang baru gue alami. Sembari melihat ledakan demi ledakan kembang api, merayakan kegagalan gue.
Gue mulai tersadar dari tidur lelap yang cukup panjang. Hanya karena luka yang kamu berikan kepada gue tepat perayaan tahun baru, tidak akan pernah menghentikan pengembaraan panjang hidup gue selama ini tentang mencari cinta yang sejati. Selama kamu bukan oksigen, tenang saja, gue sangat yakin masih bisa hidup tanpamu! Masih gue miliki sepasang kaki untuk melangkah menuju tempat yang lebih baik. Masih gue miliki jantung untuk bernafas menghirup oksigen yang masih alami. Masih tersisa ruang kosong yang lain untuk tempat dimana hati ini akan berlabuh nantinya. Gue mulai mencoba berjalan merangkak dengan luka-luka yang masih tersisa. Mencoba membuka mata untuk mencari arah yang lebih bercahaya lainnya. Mencoba melapangkan dada agar gue segera menemukan apa itu arti sebuah rasa rela. Hingga waktu silih berganti, luka hati ini telah sembuh dengan sendirinya. Segala macam perih telah pergi, berharap tak akan lagi kembali. Semua goresan-goresan kelam pun telah mati berharap tak akan hidup kembali. Senyum perlahan terbit kembali dari tempatnya bersembunyi. Harapan untuk mengejar sisa-sisa hari telah terbang tinggi lagi. Semoga pamit selalu tahu diri, mungkin seharusnya aku yang lebih dahulu pergi. Tapi gue ingin pamit mengerti, gue belum membutuhkannya untuk saat ini. Gue masih ingin berjuang dengan rasa yang sangat mengagumkan.
Sampai pada akhirnya, sebuah kesempatan berharga pun datang. Gue lolos ke Istanbul Turki buat ikut event Internasional. Semua berkas udah gue siapin, termasuk perizinan ini itu. Hari keberangkatan pun tiba, tapi gue berangkat naik pesawat dari CGK-IST pada malam hari. Jadi paginya gue masih bisa sekolah sembari izin pamitan ke sekolah. Setelah 4 jam pelajaran berlalu, gue putuskan buat pamit sekarang buat persiapan takut-takut ada berkas yang ketinggalan. Sebelum pergi, gue pamit dulu ke kelas. Gue berjalan ke depan kelas sembari membawa ransel. Seperti biasa gue basa-basi pamitan, hingga pada akhirnya terlontar kalimat, "Nov, gue pamit, ya! Jangan ragu melepas merpati terbaik untuk terbang. Karena yang terbaik selalu tahu arah jalan pulang," seraya gue lirik Novi berharap dia mengerti maksud gue. Kelas pun sontak menjadi ramai. Karena perasaan gue sama Novi terbungkus rapat selama ini. Engga ada orang yang tahu akan cerita cinta kita, apalagi kisah pada tahun baru lalu wkwk. Dan, moment yang gue engga bayangkan sebelumnya pun terjadi. Di tengah keramaian kelas karena ucapan gue tadi, ternyata Novi udah siapin sebuah kado buat gue. Ia pun melambaikan tangan ke gue. Gue pun menghampirinya ngambil kado tersebut seraya berterima kasih. Novi pun mengiyakan sambil memberi pesan, "Kadonya buka saat udah sampai di Istanbul, ya!" gue pun pamit untuk persiapan pergi ke bandara. Di perjalanan, gue semakin yakin kalo Novi ini udah mulai ada perasaan suka ke gue. Berbeda dari kejadian perayaan tahun baru lalu.
Setelah gue pulang, gue langsung berkemas menyiapkan berkas-berkas. Tapi, saat itu gue berangkat ke Turki cuma bawa ransel aja, engga bawa koper. Karena dua koper gue semuanya rusak lagi di service ayah gue. Gue pun terpaksa memasukkan segalanya ke ransel gue. Mulai dari paspor, visa, pakaian, segalanya udah gue siapin. Ada satu hal lagi yang belum gue masukkin, kado dari Novi. Gue bingung gimana caranya mau masukkin kado itu ke ransel gue. Ransel gue udah penuh. Gue pun terpaksa melanggar janji dengan membuka kadonya, berharap isinya kecil dan muat dimasukkan ke ransel. Gue pun buka kado tersebut, dan sempet terharu akan isi kado dari Novi. Ternyata, isi kadonya adalah sebuah sarung orang dewasa warna putih sembari disisipi secarik kertas bertuliskan kata-kata romantis ala anak SMA gitu wkwk. Tapi, gue juga masih tetep aja bingung. Sarungnya engga muat dimasukkan ke ransel. Lagi pula, mana sarungnya putih lagi. Gue tipe orang yang jorok. Seminggu mungkin ganti sampai 3 sarung karena gampang kotor. Terlebih sarung tersebut ukuran dewasa, dimana gue engga bisa pake sarung sampai saat ini wkwk. Sarung yang ada di lemari gue pun semuanya ukuran junior, itu pun sarung dari kelas 7 engga pernah beli lagi wkwk. Nampaknya, ayah gue melihat anaknya sedang kebingungan sembari memegang sebuah sarung dan ransel secara bersamaan. Ayah gue pun kayaknya paham kalo anaknya udah beranjak remaja, jadi wajar ada yang menyukainya sampai diberi sebuah kado asekkk. Ayah gue pun menanyakan kenapa gue terlihat kebingunan. Gue pun menjelaskan apa yang terjadi. Tapi, dengan polosnya ayah gue bilang, "Udah, jual aja sarungnya di toko! Lagian Arif mana suka sarung dewasa macam itu, putih lagi," ucap Ayah gue diselingi senyum jahat.
Akhirnya, gue pun memutuskan untuk memberikan sarung tersebut ke Ayah gue buat dijual di toko. Dan, sampai cerita ini ditulis, gue engga berani cerita yang sebenarnya ke Novi tentang kejadian ini. Gue minta maaf kalo sarung tersebut dijual, engga dibawa ke Turki.
Singkatnya, gue pun berangkat ke bandara, naik pesawat CGK-IST, ikut rangkaian kegiatan internasional, dan lain sebagainya. Akhirnya, satu hari sebelum kepulangan gue ke Indonesia, gue putuskan buat beli oleh-oleh. Asalnya gue engga mau buat beli oleh-oleh, dan bukan tipe orang yang kalo ke suatu tempat yang baru mesti beli oleh-oleh. Engga kebayang kan kalo orang Indonesia melakukan penelitian ke bulan? Pas mau pulang ke bumi, kepikiran belum beli oleh-oleh wkwk. Tapi, keluarga di rumah tetep maksa gue buat beli oleh-oleh. Gue pun mengiyakan meski terasa sedikit berat buat gue beli oleh-oleh ke bazaar. Sesampainya di bazaar gue pun beli oleh-oleh buat keluarga. Gue bayar totalnya. Gue pun beranjak pulang dari bazaar. Tapi, di tengah perjalanan, tepatnya di ujung bazaar, mata gue tertuju pada sebuah tas kecil warna putih biru bermotifkan khas Turki. Gue pun masuk ke dalam bazaar tersebut sembari menanyakan berapa harganya. Setelah gue tanya, wowww harganya fantastis! 200 TL untuk ukuran tas kecil seperti itu. Dimana, saat itu 1 TL berkisar 2 ribu rupiah. Itu artinya, 200 TL sama dengan 400 ribu rupiah. Gue cek sisa uang TL di dompet gue. Tersisa 250 TL. Gue sempet mikir beli engga yaa tas tersebut. Kalo gue beli, berarti sisa uang di dompet gue cuma 50 TL, itu pun engga cukup buat perjalanan dari hotel ke bandara. Tapi kalo gue engga beli, gue suka sama tas itu. Lagian, tas itu bisa dibikin kado buat dikasih ke Novi sebagai rasa terima kasih gue telah kasih sarung. Akhirnya, gue putuskan buat beli tas 200 TL tersebut sembari sebelumnya berdiskusi ke temen gue, kalo sekiranya duit gue kurang buat berangkat dari hotel ke bandara besok, gue pinjem duitnya dulu, nanti dibayar pake rupiah. Ia pun mengiyakan karena mungkin paham akan kondisi gue lagi bucin-bucinnya wkwk. Gue pun bayar tas tersebut dan bergegas kembali ke hotel karena hari sudah malam, suhu di luar pun -2°C.
Singkat cerita gue pulang ke Indonesia dan kembali ke rumah dengan selamat. Esoknya, gue langsung sekolah seperti biasa. Tak lupa, sebelum berangkat sekolah, gue siapin kado buat Novi berisikan tas tersebut. Setelah kado selesai dibuat, gue pun berangkat ke sekolah sembari membawa kado, berharap Novi menyukainya. Namun, nihil. Hari itu Novi engga sekolah. Gue pun agak sedikit kecewa. Tapi tak apa, masih ada hari esok buat kasih kado tersebut ke Novi.
Beberapa hari berlalu, gue putuskan buat bawa kado itu ke sekolah lagi. Tak lupa, malamnya gue bikin secarik surat berisikan ungkapan suka gue ke dia, alias nembak tapi pake surat. Engga gentle banget kan?wkwk. Gue pun berangkat ke sekolah sembari menengteng kado tersebut. Jam masuk pelajaran pun dimulai, gue masuk kelas sembari menengteng kado. Lama gue nunggu Novi, tapi belum ada juga. Jam pelajaran pun dimulai, guru melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa. Sampai pada akhirnya, jam istirahat pun tiba. Barulah Novi masuk kelas dengan alasan terlambat ke sekolah dan dihukum satpam. Gue pun kegirangan lihat Novi sekolah. Novi pun duduk di kursinya sembari suasana kelas kosong saat itu. Cuma ada gue, Novi, dan beberapa rekan kelas lainnya.
Gue pun memberanikan diri buat menghampiri Novi. Gue bawa kado tersebut dengan gemetar. Gue pun engga menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Gue banyak belajar dari kisah saat tahun baru. Dan sekarang gue udah siap. Gue udah buat rencana cadangan lainnya yang lebih ampuh. Pertama, gue berikan terlebih dahulu kadonya, baru surat yang udah gue tulis malam kemari. Engga kebayang kan kalo misalnya gue ngasihnya surat dulu. Jadi gue punya alasan, semisal gue kasih kado dulu terus Novi nolak gue, yaa tinggal gue minta kembali kadonya. Simpelkan? Wkwk. Atau kalo engga, semisal Novi pengen nolak cinta gue lagi pun, pasti dia mikir kembali buat menolak gue. Pasti dalam perasaannya terdapat rasa malu atau sungkan buat nolak gue, karena gue udah kasih dia kado. Trik macam apa ini? Wkwk. Tapi, cara ini gue anggap ampuh seampuh-ampuhnya. Kedua, gue langsung kasih surat nembak tersebut ke Novi. Dan suruh buat baca langsung di tempat, engga dibaca di rumah atau nanti ketika gue udah engga ada. Novi pun membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat surat gue. Nampak perasaan bingung terlihat dari ekspresi wajahnya. Gimana engga bingung, trik gue gitu loh wkwk. Gue pun menunggu jawaban dari Novi. Lama banget. Sampai pada akhirnya, Novi menganggukan kepala sambil mengerdipkan mata menandakan gue DITERIMA.
"Woi, gue diterima!" Tulisan pertama dalam buku diariku, seperti orang-orang pada cerita sebelumnya di atas. Cerita ini pun menandakan berakhirnya kejombloan seorang gue, untuk bisa sedikit pamer ke teman ber-kwartet gue.
Gue pun berterima kasih ke Novi atas jawabannya selama ini. Mungkin, benar. Merpati terbaik akan selalu tahu arah jalan pulang.
Kisah cinta kita memang tak akan bisa melebihi tulusnya kisah cinta antara Hanum dan Rangga.
Kisah cinta kita memang tak akan bisa melebihi kuatnya kisah cinta antara Arini dan Pras.
Kisah cinta kita memang tak akan bisa melebihi abadinya kisah cinta antara Romeo dan Juliet.
Tapi kisah cinta kita juga engga mau seperti kisah cinta antara Dilan dan Milea, karena gue tak mau jika pada akhirnya kita tak bersama
Apalagi kisah cinta antara Nathan dan Salma, karena berjuang sendirian tanpa perhatian, itu sangat menyakitkan.
Percayalah bahwa kita akan bisa melebihi semua kisah-kisah cinta itu menuju takdir. Karena takdir itu akan kita perjuangkan bersama-sama mulai dari detik ini, menit ini, jam ini, dan hari ini juga.
Komentar
Posting Komentar