Langsung ke konten utama

Menolak Lupa : Merpati Terbaik telah Kembali Part 2

"Aku bisa jelasin! Jadi gini, aku sama dia itu cuma teman, engga lebih," ujarnya.

Seberapa besar kamu akan percaya dengan jawaban seperti itu?

Pertengkaran demi pertengkaran hebat terjadi. Pertengkaran klasik dengan tokoh utama yang itu-itu saja, MANTAN. Entah bagaimana gue bisa membasmi sosok itu dalam romansa percintaan gue. Pake So Klin? Wipol? Super Pell? Sayang, gue salah pake cairan untuk membasmi sosok tersebut. Gue malah pake cairan formalin. Semakin awet, namun engga baik untuk hubungan. Masih ingat dengan seorang Jefri? Pria asal Majalengka yang sempet jadi pemeran pendukung pada tulisan Menolak Lupa : Merpati Terbaik telah Kembali Part 1. Jika belum tau kisahnya, yuk baca tulisan gue tentang itu!

Nonton bioskop

Hari itu, gue seperti biasa bantu orang tua buat jaga toko. Dari pagi sampai sore, gue kerjakan sebagai bentuk pengabdian gue ke orang tua. Ditemani seorang pelayan toko seusia 2 tahun lebih tua dari gue, sebut saja Ayu. Seorang lulusan SMA yang lebih memilih bekerja di toko gue. Rumahnya pun engga terlalu jauh dari rumah gue, hanya terhalang beberapa rumah aja. Tak lupa, terdapat seorang pekerja rumahan yang bekerja di rumah gue setiap harinya. Gue bener-bener bertiga, engga ada orang tua. Karena orang tua gue lagi ada beberapa pekerjaan yang emang engga bisa diganggu.

Dari pagi hingga sore, gue melayani pembeli demi pembeli toko. Hingga waktu menunjukkan sore hari, akhirnya terlintas dipikiran Ayu untuk ngajak gue nonton bioskop ke bioskop baru di Tasik. Gue pun memutuskan buat cek jadwal penayangan bioskop untuk hari itu via hp. Setelah gue cek, terdapat beberapa pilihan film yang bisa ditonton dengan jadwal penayangan malam hari. Karena kala itu waktu sudah menunjukkan sore hari. Gue pun menyetujuinya. Tepat pukul 5 sore, gue sama Ayu pergi ke bioskop. Sesampainya di bioskop, seperti biasa gue melakukan transaksi membeli tiket untuk memilih film yang nanti akan kami tonton. Setelah selesai membeli tiket, gue bareng Ayu mencari dulu makanan karena saat itu kami belum makan makanan berat.

Notifikasi di hp gue bunyi. Pas gue cek, ternyata ada sebuah pesan whatsapp dari Novi, pacar gue. Dia menanyakan sedang apa, dimana, bareng siapa, dan lain sebagainya. Pertanyaan klasik yang biasa terjadi. Gue pun jawab aja lagi nonton di bioskop bareng Ayu, pekerja toko gue. Namun, hal yang engga diinginkan pun terjadi. Novi malah ngambek gue nonton bioskop bareng Ayu. Padahal Ayu hanya sekadar pekerja toko gue. Lagi pula, apa kabarnya dengan seorang Uzi yang bukan siapa-siapa Novi, tapi malah ngajak nonton coba? Penasaran akan seorang Uzi? Yuk, baca tulisan sebelumnya, ya!

Gue pun menghiraukan notif demi notif dari Novi. Jadwal penayangan film bioskop pun tiba, gue dan Ayu masuk ke dalam teater. Setelah selesai menonton film, gue dan Ayu bingung antara harus memilih pulang atau menginap di rumah teman dekat bioskop tersebut. Karena saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Karena tidak memungkinkan pulang, akhirnya gue dan Ayu memutuskan untuk kontak temen-temen yang rumahnya ada di sekitar bioskop untuk bisa kami tumpangi menginap. Akhirnya, Ayu punya temen yang rumahnya deket bioskop tersebut. Gue pun pesan transportasi online buat mengantarkan kami menuju ke rumahnya. Setelah sampai di rumah temen Ayu, seperti biasa kami basa-basi meminta izin menginap ke orang tua pemilik rumah dan sebagainya. Kami pun bisa istirahat dengan tenang dan nyaman.

Gue pun aktifkan hp, notif demi notif masuk ke hp gue. Siapa lagi kalo bukan dari Novi. Nampaknya Novi masih meradang. Gue pun memutuskan buat telepon Novi. Percakapan pun terjadi. Hingga pada akhirnya, terlontar sebuah kalimat dari Novi yang menyatakan kalo selama gue nonton bioskop, dia sempat teleponan bahkan video call bareng Jefri, mantannya. Gue pun sontak marah ke Novi perihal Jefri. Mengingat Jefri selama ini masih suka kontak Novi. Gapapa lah kalo kontak untuk kepentingan yang emang penting. Tapi kalo semisal bahas yang gak jelas, habis-habisin kuota anjir!

Pertengkaran hebat pun terjadi. Kami saling beradu argumen perihal siapa yang salah dan saling membenarkan. Sampai pada akhirnya, gue putuskan buat putus sama Novi karena masalah tokoh utama, mantan. Tak lama berselang, ada notif dari kakaknya Novi, Yanti. Yanti ini usianya lebih tua gue beberapa bulan. Tapi kelasnya setingkat di atas gue. Yanti bertanya akan hubungan gue sama Novi gimana. Ia bilang kalo Novi mengacak-ngacak lemari baju milik Yanti dan menangis sejadi-jadinya. Karena kasian, gue pun putuskan buat balik lagi sama Novi. Kami pun berdamai seperti halnya biasa.

Perjalanan 10 km demi cinta

Saat itu, bulan Puasa. Gue bareng Rendi lolos ke babak final suatu perlombaan nasional di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Gue bareng Rendi pun memutuskan untuk naik kereta dari Tasik menuju Jakarta. Karena saat itu gue pikir mending pake kereta aja. Supaya langsung rehat sebentar di rumah kakak gue yang kebetulan rumahnya deket stasiun. Gue bareng Rendi engga bawa duit banyak di dompet. Hanya sekadar keperluan mendasar selama di Jakarta aja. Karena gue pikir, jika pun kurang masih bisa pinjem ke kakak gue di Jakarta. Bisa juga dari uang pembinaan semisal gue juara. Karena pada saat itu, uang pembinaan untuk pemenang jumlahnya sangat fantastis.

Gue bareng Rendi pun naik kereta dari Tasik tepat waktu menuju Jakarta. Stasiun demi stasiun kami lalui. Tak lupa, gue chat panitia buat menyiapkan kedatangan kami pada jam yang udah tertera di tiket. Namun, sayang. Kabar buruk pun datang. Panitia menjelaskan bahwa jadwal perlombaannya diundur karena saat itu situasi Jakarta sedang kurang kondusif. Sedang terjadi demo besar-besaran disana, termasuk dekat Universitas tempat perlombaan berlangsung. Gue pun sangat kecewa. Bingung selanjutnya mau apa. Gue pun memutuskan buat turun aja di stasiun terdekat. Saat gue cek, pemberhentian selanjutnya adalah Stasiun Cibatu, daerah Garut pada pukul 10 pagi. Gue pun memutuskan turun di sana. Setelah kami berdua turun, gue bingung mau ngapain. Terbayang akan sarana transportasi yang mudah dan engga jauh dari kota pun malah sebaliknya. Lokasinya di perkampungan dan sangat jauh dari kota. Setelah gue cek di Google Maps, jarak antara lokasi ke kota sekitar 10 km. Ada tukang ojek yang menawarkan jasa transportasi, tapi harganya selangit. Mana cukup duit gue buat bayar. Alhasil, kami pun memutuskan untuk jalan kaki ke kota. Engga terbayangkan, berjalan 10 km di atas panas terik matahari dengan kondisi kami sedang berpuasa. Lapar dan haus tentu jangan ditanyakan lagi. Cucuran keringat membasahi sekujur tubuh kami. Kami berjalan dari pukul 10 sampai pukul 4 siang. 6 jam perjalanan dengan jarak 10 km. Luar biasa, bukan?

Sempat terlintas dipikiran, mending gue mampir aja ke rumah Novi. Mumpung gue lagi di Garut. Gue pun memutuskan chat Novi dan menyeritakan segala hal yang telah menimpa gue. Namun, nihil. Novi hanya sekadar menunggu tanpa memberikan gue bantuan. Tak apa. Gue pun meneruskan perjalanan menuju rumah Novi. Setelah sampai di kota, gue engga memutuskan buat langsung ke rumah Novi. Tapi gue kabari Novi buat ketemuan di mall dekat rumahnya setelah Maghrib. Ia pun menyetujuinya. Gue bareng Rendi pun pergi menuju mall tersebut.

Sesampainya di mall, gue bareng Rendi engga langsung ketemuan bareng Novi. Tapi langsung pergi menuju masjid di sekitar mall tersebut. Gue bareng Rendi pergi ke masjid untuk mencari toilet terdekat. Alasannya sederhana, MANDI. Karena berjalan seharian, sejauh itu, sepanas itu, sehaus itu, kami putuskan untuk mandi di sana. Satu per satu kami mandi. Pertama Rendi terlebih dahulu, dan gue jaga-jaga di sana. Rendi pun mandi ala kadarnya. Karena mungkin kelamaan, akhirnya pintu toilet digedor-gedor pengunjung lain yang sedang mengantre toilet juga. Gue pun panik dan memutuskan engga mandi. Akhirnya Rendi pun keluar dengan sedikit dimarahi oleh pengunjung dan satpam mall. Kami pun meminta maaf dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Gue bareng Rendi menunggu Novi di bioskop. Tapi belum datang juga. Mungkin kebiasaan seorang wanita yang suka lama. Bahkan sedang dandan untuk bertemu dengan kekasih tercinta asekkk. Daripada menunggu lama, gue putuskan buat mandi di toilet bioskop. Gue ambil beberapa peralatan ala kadarnya dan masuk ke toilet bioskop dengan polosnya. Sedikit demi sedikit gue nyalain kran air. Tak lupa, gue jaga guyuran air untuk masuk ke dalam kloset dan engga membasahi ubin. Gue pun beres mandi dan Novi pun belum datang juga.

Sampai akhirnya, Adzan Maghrib pun tiba tanda waktunya berbuka puasa. Gue bareng Rendi memutuskan cari makanan buat berbuka, tapi kedai-kedai makanan udah penuh di booking pengunjung lain. Gue putuskan buat cari makanan di luar. Kami pun menemukan kedai makanan jalanan emperan sesuai kantong gue saat itu. Karena uang di dompet engga bakalan mencukupi semua. Kami makan di emperan sambil sesekali tertawa saling mengingat kejadian tadi siang. Setelah gue beres makan, ada notif dari Novi menandakan ia udah tiba di mall untuk ketemu gue. Kami pun ketemuan dan main di mall tersebut.

Setelah kami main, gue bareng Rendi memutuskan untuk menginap di deket rumah Novi engga pulang ke Tasik karena waktu udah larut malam. Gue pesen transportasi online untuk mengantarkan kami menuju rumah Novi. Di tengah perjalanan, gue tak sengaja liat hp Novi. Di hp tersebut, nampaknya Novi sedang melihat sebuah foto seorang pria yang samar-samar gue mengenalinya. Meskipun engga terlalu jelas karena mata gue minus 1.5, tapi yaa gue juga masih bisa liat dong. Oh, yaa! Gue kenal foto seorang pria tersebut. Lagi-lagi sesosok MANTAN! Jefri! Tapi gue engga mempedulikannya. Karena engga mungkin dong di tengah perjalanan gue minta turun dari transportasi online. Kasian Novi ditinggal sendiri di transportasi tersebut. Sesampainya di rumah Novi, gue bareng Rendi bingung mau nginap dimana. Tanpa basa basi, gue bilang ke Novi kalo gue udah punya tempat untuk tidur malam ini. Karena sebenarnya gue sedikit kecewa sama Novi akan peristiwa di dalam transportasi online. Novi pun mengiyakan dan kembali ke rumahnya. Padahal saat itu gue belum menemukan tempat istirahat malam ini. Gue dan Rendi pun berdiskusi di Rumah Makan Padang seberang rumah Novi untuk membeli kebutuhan sahur esok paginya. Terlintas di pikiran gue, untuk menginap di masjid dekat rumah Novi. Awalnya Rendi hanya tertawa berharap gue engga bakalan melakukannya. Tapi, gue jelasin ke Rendi kalo malam ini terpaksa kita tidur di emperan masjid. Karena kalo kita sewa hotel malam itu, uang kita engga bakalan cukup. Rendi pun mengiyakan dan kami pun tidur di emperan masjid. Kurang baik apa coba gue ke Novi? Novi yang sedang melihat foto demi foto Jefri mantannya di samping gue. Engga sopan banget kan?

Terbang tinggi mengangkasa

Saat itu gue lolos ikut event nasional di senayan dan langsung mengikuti event lainnya selama kurang lebih 2 minggu. Dengan padatnya jadwal dari pagi hingga larut malam. Otomatis gue sangat jarang banget buka hp untuk sekadar cek notifikasi atau bahkan pesan dari Novi. Gue engga punya pikiran sejauh itu. Sampai pada akhirnya, Novi sedikit meradang atas sikap gue tersebut. Jarang ada kabar. Jarang balas chat. Jarang video call seperti biasa. Gue pun menjelaskan tapi tak kunjung dimaafkan.

Saat itu, gue lagi mengikuti serangkaian kegiatan di Malaysia. Tepatnya di bandara KLIA menunggu pesawat sebelum akhirnya terbang ke CGK untuk tiba di Indonesia. Sembari menunggu pesawat, gue masuk ke sebuah toko di area bandara. Toko jam mewah yang membuat gue terbesit untuk membelinya. Mengingat tak lama lagi Novi akan merayakan ulang tahunnya. Gue pun putuskan untuk masuk ke toko jam mewah tersebut sembari melihat-lihat jam mana yang cocok buat Novi. Akhirnya, gue menemukan sebuah jam wanita bermerk Alexandre Christie warna coklat yang apik. Gue tanya berapa harganya ke pelayan toko. Saat itu, jumlahnya menggunakan ringgit. Kalo di rupiahkan, sekitar 1 juta rupiah lebih sedikit. Gue cek sisa ringgit di dompet gue dan cukup untuk membelinya. Gue pun memutuskan buat membeli jam tersebut.

Gue pun kembali bergabung dengan rekan sesama peserta event. Hingga tak sengaja, gue buka akun media sosial Novi. Disana terdapat chat yang menurut gue romantis antara Novi dan Jefri. Hah, Jefri? Lagi-lagi sesosok pria itu menghantui romansa percintaan gue. Gue langsung marah sejadi-jadinya. Gue kecewa sama Novi. Sesaat sebelum pesawat lepas landas, ketika pramugari sedang memperagakan keamanan selama penerbangan, gue putuskan untuk mengirim whatsapp ke Novi yang isinya gue PUTUS. Pesawat pun lepas landas mengangkasa dan sinyal di hp pun hilang.

Kami tiba di Indonesia dengan selamat. Rangkaian kegiatan pun selesai. Dan gue langsung pulang ke Tasik. Esoknya, tepat di hari ulang tahun Novi, gue sekolah sebagaimana biasanya. Di tangga menuju kelas, terdapat Novi yang engga sengaja berpapasan dengan gue. Novi yang menganggap kalimat PUTUS dari gue sebagai prank. Ia beranggapan seperti itu karena berdekatan dengan ulang tahunnya. Novi pun menyapa gue dengan panggilan romantis kita. Izinkan gue tulis panggilan tersebut terakhir kalinya, "EL!" ucap Novi sembari menghampiri gue. Namun, sayang. Gue terlanjur kecewa. Gue abaikan sapaan dari Novi yang mungkin sapaan romantis terakhir yang gue dengar. Gue cuek bebek dengan dinginnya langsung masuk ke kelas. Padahal gue udah siapin jam yang udah gue beli jauh-jauh dari Malaysia buat dikasih ke dia. Jam sudah berada di dalam ransel untuk diberikan ke Novi. Tapi gue engga sreg aja bawaannya. Dalam pikiran gue, Novi engga bakalan mau pake jam tersebut karena udahan sama gue. Gue pun bingung jam tersebut mau dikasih ke siapa. Gue melamun di kelas memandangi jam tersebut. Hingga akhirnya temen kelas wanita gue bilang, "Rif, buat gue aja jamnya," ucap seorang temen kelas gue diselingi candaan. Tanpa pikir panjang, gue pun memberikannya. Sontak dia terkejut engga menyangka. Akhirnya jam tersebut bersemayam di pergelangan teman kelas gue.

Tak lama dari peristiwa itu, terdengar kabar kalo Novi udah jadian dengan Jefri. Bukan balikan. Karena gue pikir, kalo balikan dengan mantan, itu tandanya ada sesuatu saat dulu yang belum selesai. Jadi gue anggap mereka jadian. Sedangkan gue masih sendiri dan nyaman dengan sendiri ini. Padahal, sebenarnya gue lagi deket sama seorang wanita. Sampai tulisan ini di tulis pun, gue lagi deket. Sampai pada akhirnya, gue putuskan untuk mengakhiri sekuel cerita ini sampai di sini aja untuk menjaga perasaan seorang wanita yang lagi deket sama gue. Pun untuk menjaga perasaan Jefri biar engga seperti yang gue alami. Padahal sebelumnya udah gue siapin beberapa sekuel cerita. Entah dengan orang Ciamis atau Sumedang wkwk. Mungkin, ke depannya tulisan gue bakalan kembali bercerita mengenai suaka kehidupan yang lebih penting dari sekuel kisah cinta ini. Selamat, ya!

Setelah kehilangan kemari, gue diam-diam meratapinya. Bersikap seolah baik-baik saja. Tak ada yang terjadi antara gue dan Novi. Padahal dengan sikap itu, justru yang paling menyakiti. Karena bertahan butuh alasan, bukan hanya sekadar berjuang. Apalagi ini hanya berjuang yang tidak diharapkan. Ketulusan yang hanya diabaikan. Hati seharusnya tak gue berikan celah untuk meratapi seseorang yang telah pergi. Seseorang yang tak pernah melihat ke belakang lagi. Seseorang yang tak akan pernah kembali meski sekadar menghapus air mata di pipi. Karena berjuang itu perlu batas. Dan bersikap pun juga perlu tegas. Jika Novi hanya menjadi penghuni sementara, untuk apa memintanya bertahan lebih lama. Rasa lelah semakin melekat saja, seperti pengorbanan yang hanya dianggap biasa.

Kini, gue berhenti. Sebab menjadikan Novi segalanya, rupanya telah membuat luka yang sudah pasti bukan Novi yang menyembuhkannya. Karena bertahan pada seseorang, yang sejatinya tak mengharapkan, sama seperti halnya menjatuhkan diri di tengah jalan buntu. Tak ada pintu, apalagi pemandu. Pada akhirnya, gue telah sadar dalam keadaan yang sebenarnya. Bahwa mengikhlaskan justru ia yang paling menguatkan. Dengan mengikhlaskan pula, luka itu tak lagi melebam. Gue semakin membaik dan Tuhan pun pasti sudah menyediakan yang terbaik.

Bila kamu merindukan gue atau pernah sekali saja memikirkan seorang aku, barangkali itu bukan kebetulan. Barangkali saja, itu memang waktumu untuk mengenang kita yang tak seharusnya dilupakan begitu saja. Sampai pada akhirnya gue putuskan buat tulis cerita ini untuk mengenang kita. Atau barangkali, gue memang sosok yang tak perlu kau gantikan.

Bila suatu saat pasanganmu, Jefri bertanya perihal gue, jawablah dengan jujur. Bahwa dulu pernah ada seorang yang begitu dalam mencintaimu. Ia begitu tulus, sampai rela melepaskanmu karena ingin kau lebih berbahagia dibandingkan saat sedang bersamanya. Katakanlah padanya, bahwa gue akan mengutuknya menjadi apapun yang tak ia kehendaki, bila ia menyakitimu. Sampaikan padanya, bahwa ia boleh cemburu pada sosok gue. Sama seperti ketika gue cemburu pada sosok Jefri. Namun, tak perlu khawatir kalo gue akan kembali padamu. Karena gue tahu, kamu tak pernah begitu dalam mencintai untuk tetap tinggal dan berjuang bersama lagi.

Perpisahan hari itu memang tak mudah bagi gue. Belajar untuk kembali membiasakan diri tanpamu. Bagaimana tidak, kurun waktu yang panjang banyak gue habiskan bersamamu. Kelihatannya terlalu berlebihan, iya begitulah gue yang pernah mencintaimu terlalu dalam. Gue pernah hampir menyerah bagaimana memulihkan hati. Agar gue tak lagi mengenang saat kamu pergi. Kamu tahu dari seluruh kenangan. Kepergianmu adalah kenangan yang tak pernah gue inginkan. Rasanya sekian banyak kenangan indah, perpisahan inilah kenangan yang paling payah. Rasanya cepat sekali waktu berlalu dan kini kamu benar-benar telah pergi dengan yang baru, meskipun sebenarnya yang usang. Hanya sedikit reparasi ke tukang service ketok magic wkwk. Tak apa.

Dengan segala impian yang pernah kita bangun bersama. Berharap kita akan menunaikannya berdua, lalu bersama keluarga kecil kita nantinya. Semuanya terlalu sulit untuk dilupakan, dalam kemelut perasaan yang berantakan. Bagaimana tidak, kamu telah sampai pada restu ibu dan ayah. Tapi akhirnya kini hanya menjadi pisah. Kamu pernah memperjuangkan gue di depan keluarga, nekat kabur ke Bandung pun dengan polosnya. Namun, bagaimana pun itu. Semua adalah takdir yang sudah direncanakan. Kamu hanya sebatas singgah, bukan menetap. Apalagi untuk menjadi pelengkap.

Setelah kepergianmu, gue memilih sendiri. Bukan karena gue tidak lagi mau membuka hati. Apalagi takut dikhianati. Gue hanya perlu merubah cara pandang gue. Bagaimana menjalani sebuah proses perkenalan yang berujung pada pernikahan. Bukan lagi dengan cara yang keliru yang justru menjadi duri untuk diri. Gue percaya, setiap ketetapan pasti ada kebaikan. Setiap perpisahan pasti akan ada lagi yang namanya pertemuan. Entah pertemuan dengan jodoh yang dikirim-Nya? Tetap sama-sama indah, bukan? Jadi, gue tak lagi khawatir untuk sendiri.

Cinta selalu tahu tempat terbaiknya untuk singgah. Bagi gue, kamu seperti pelangi yang datang menghiasi hari-hari setelah cukup lama terpuruk. Penghias perjalanan cinta setelah cukup lama berada di dalam jurang luka. Pewarna dari setiap nafas hidup setelah cukup lama hampa. Tapi, nyatanya pelangimu bukanlah untuk gue. Tak ada yang bisa gue ubah. Tak ada ruang kosong yang mampu gue isi. Sekeras apapun gue mencoba, takdir itu sudah jelas bahwa dirimu bukan diciptakan untuk gue. Lalu, saat cinta lain menghampiri gue, gue sekuat hati melawan. Nyatanya cinta itu tetap saja datang. Dia menjadi pelangi baru dalam hidup gue. Mungkinkan dia takdir gue? Kini gue sadar, sekeras apapun gue berjuang, sekeras apapun gue menolak, cinta selalu tahu tempat kembalinya untuk singgah.

Jangan ragu melepas merpati terbaik untuk terbang
Karena yang terbaik selalu tahu arah jalan pulang

Mungkin kalimat yang gue lontarkan ke Novi perihal merpati ada benarnya juga. Sekuel di Part 1 yang menandakan merpati itu adalah gue. Tapi pada akhirnya pada Part 2 merpati itu ialah Novi sendiri. Yang kembali ke pangkuan Jefri. Meskipun sempat tersesat di kisah cinta gue, seorang Novi tahu arah jalan pulang menuju pacarnya, Jefri. Seorang Novi telah menjadi merpati terbaik dan telah menemukan arah jalan pulang setelah lepas terbang mengangkasa.

Nih, gue kembaliin semua barang pemberian lu. Siapa tau aja pengen dikembaliin. Tapi monmaap nih, barangnya udah habis, cuma tersisa fotonya doang. Jadi gue putuskan buat kembaliin fotonya aja wkwk. *ketawa jahat



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Percakapan Pendidikan Karakter antara Guru dan Murid

Seorang ibu adalah pendidik pertama dan terutama anak. Bagaimana mungkin anaknya bisa terdidik, jika ibunya tidak terdidik? RA Kartini 1902 Setiap Malam Jumat, di daerah saya rutin mengadakan pengajian mingguan yang bertempat di sebuah Masjid. Malam Jumat kemari, saya mendapat pengalaman yang sangat luar biasa. Dimana penceramahnya berasal dari pimpinan sebuah pondok pesantren di daerah saya. Masyarakat pun duduk berjejer rapi sambil mendengarkan dengan khusyu apa yang disampaikan penceramah tersebut, tak terkecuali dengan saya. Saya mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan penceramah sambil sesekali mengangguk-ngangguk tanda mengerti. Karena sebelumnya saya pernah belajar di sebuah pondok pesantren. Tepat di samping saya, terdapat seorang pemuda pengurus masjid tersebut. Beliau aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan, seperti ceramah, khotbah, pengajian ibu-ibu, dan lain sebagainya. Pemuda tersebut merupakan seorang santri lulusan pondok pesantren milik sang penceramah.

Semua Berawal dari Gemercik

Semakin banyak gue membaca, semakin kuat pula keinginan untuk menulis, dan berkarya tanpa batas. Teruslah menulis! Tetapi jangan sesekali mencoba untuk membebani diri gue sendiri dengan tulisan-tulisan yang akan gue anggap sangat bagus. Karena saat seorang pemula mulai menulis, gue terkadang membebani diri gue sendiri hanya untuk menulis sesuatu yang dianggap akan sangat menarik untuk dibaca. Oleh karena itu, saat orang-orang tak tertarik akan karya tulis tersebut, terkadang gue berhenti di tengah jalan. Jadilah penulis pemula yang sangat yakin dengan tulisan-tulisan jeleknya, tetapi tetap istiqomah untuk selalu berkarya! Menjadi penulis bukan pilihan gue pada awalnya. Tidak memiliki latar belakang organisasi Karya Ilmiah Remaja sebelumnya, jurnalis kampus, apalagi kuliah di jurusan sastra Indonesia. Memang tak ada kaitannya sama sekali dengan pendidikan di Madrasah Aliyah yang mayoritas pelajaran agama dan umum semata. Bersahabat dengan matematika, fisika, biologi, pramuka, dan

Mahasiswa Sistem Informasi UISI Terpilih Mengikuti Magang Bersertifikat Posisi HR Generalist dan Performance Management System di Hasnur Centre Kalimantan Selatan

Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) merupakan program Kemendikbudristek yang memberikan pengalaman selama satu semester kepada mahasiswa dalam mengasah kemampuan dan pengetahuannya di berbagai dunia industri mitra secara langsung, salah satunya mitra Hasnur Centre. Hasnur Centre merupakan  Corporate Social Responsibility  dari Hasnur Group yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Hasnur Centre mengusung konsep  Innovation Learning Internship  dengan memadukan konsep utama antara  On the Job Training  dan  Working Learning Internship . Hasnur Centre mengedepankan proses pembelajaran dan pembekalan persiapan masuk dunia industri secara kolaborasi dan kerjasama lintas posisi dan lintas unit. Pada MSIB  Batch  4, Hasnur Centre membuka 21 posisi dan menerima 192 mahasiswa magang dari 71 perguruan tinggi seluruh Indonesia. Adapun Arif Muhammad Iqbal dari Sistem Informasi Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) terpilih mengikuti magang bersertifikat di Hasnur Centre posisi