Semakin banyak gue membaca, semakin kuat pula keinginan untuk menulis, dan berkarya tanpa batas. Teruslah menulis! Tetapi jangan sesekali mencoba untuk membebani diri gue sendiri dengan tulisan-tulisan yang akan gue anggap sangat bagus. Karena saat seorang pemula mulai menulis, gue terkadang membebani diri gue sendiri hanya untuk menulis sesuatu yang dianggap akan sangat menarik untuk dibaca. Oleh karena itu, saat orang-orang tak tertarik akan karya tulis tersebut, terkadang gue berhenti di tengah jalan. Jadilah penulis pemula yang sangat yakin dengan tulisan-tulisan jeleknya, tetapi tetap istiqomah untuk selalu berkarya!
Kini, masa-masa SMA gue akan segera berakhir. 3 tahun kebersamaan bersama LPM Gemercik akan segera usai. Di jenjang perkuliahan nanti, mungkin gue akan beralih profesi kembali seperti halnya saat kelas 10 dulu. Mungkin juga tidak. Tapi gue engga mau bersaing dengan Gemercik kalo sekiranya nanti gue tetep di situasi ini. Gue terlanjur jatuh cinta sama LPM ini.
Aku dan kamu pernah bertemu dalam sebuah lingkar kompetisi. Di Gebyar Jurnalis Muda ini, kita pernah saling berebut memperjuangkan mimpi. Namun, untuk urusan negeri, bolehkah aku dan kamu saling berkolaborasi?
Menjadi penulis bukan pilihan gue pada awalnya. Tidak memiliki latar belakang organisasi Karya Ilmiah Remaja sebelumnya, jurnalis kampus, apalagi kuliah di jurusan sastra Indonesia. Memang tak ada kaitannya sama sekali dengan pendidikan di Madrasah Aliyah yang mayoritas pelajaran agama dan umum semata. Bersahabat dengan matematika, fisika, biologi, pramuka, dan kawan-kawannya. Jika dilihat belajar saat mondok, sama sekali tak menyentuh pelajaran yang berbau MIPA. Namun, Allah izinkan gue menempati kelas unggul yang di dalamnya terdapat anak-anak cerdas semua. Apalah saya, seorang anak desa yang sedang mengenyam pendidikan di sekolah ternama. Semuanya seperti Allah sulitkan, kemudian Allah pula yang mudahkan.
Lalu, kapan gue menulis? Dimana belajar menulis? Otodidak saja. Tidak mengikuti kelas menulis atau sejenisnya. Gue hanya tertarik pada penulis-penulis buku, nama mereka abadi. Tersemat keinginan, ingin pula nama gue ada di sana. Sederhana, ya? Berangkat dari motivasi sederhana, sebuah kemenangan lomba menulis esai Gebyar Jurnalis Muda oleh LPM Gemercik tahun 2017 di Universitas Siliwangi membawa gue terus giat belajar menulis, meski tanpa seorang pembimbing. Lembaga Pers ini yang membawa gue hingga akhirnya kepikiran menulis blog tentang awal kiprah di dunia literasi, semua berawal dari Gemercik. Tidak penting tulisan gue akan diterima dan dibaca. Yang penting gue menulis untuk pekerjaan keabadian, begitu kira-kira kata Teh Siska Fajar Kusuma, seorang wanita tangguh yang membawa gue terjerumus ke dalam semua ini. Dan kini, menulis sudah menjadi nyawa gue. Bukan sekadar kebutuhan melainkan sudah menjadi bagian dari hidup gue. Menulis itu adalah cara untuk kita bisa hidup lebih lama meski sudah tiada.
Penasaran? Jadi gini ceritanya. Gue melanjutkan sekolah ke jenjang SMA setelah lulus dari MTsN 1 Tasikmalaya dengan predikat Ranking 1 UN pada masanya asekkkk wkwk. Itulah mengapa gue daftar ke MAN 1 Tasikmalaya melalui jalur PMDK, engga seperti rekan-rekan seperjuangan yang kebanyakan melalui jalur tes. Gue lampirin berkas-berkas buat jalur PMDK, tak terkecuali sertifikat yang membuat berkas gue agak sedikit tebal dari para pendaftar jalur ini. Yaa gimana engga tebal, selama jenjang SMP gue termasuk orang yang "paling dicari" di sekolah wkwk. Setiap hari, terkadang ada aja yang nyariin gue. Baik itu guru buat bimbingan belajar, temen ngajak main waktu istirahat, sampe bibi kantin yang nagih ke kelas karena lupa hutang gue belum dibayar selama seminggu wkwk.
Setelah gue dinyatakan keterima di MAN 1 Tasikmalaya, otomatis gue pengen menjadi Arif yang berbeda. Masa dimana seorang remaja yang katanya sedang mencari jati dirinya. Sehingga tercetuslah blog ini bertuliskan "Suaka Kehidupan". Gue merasa bosen hidup 15 tahun sekadar gitu-gitu aja. Mulai dari setiap setelah Salat Jumat jadi pengurus Pramuka, setelah beres sekolah langsung bimbingan belajar buat olimpiade, sampai cerdas cermat menjadi rutinitas gue selama 15 tahun tersebut. Gue pengen mencoba hal-hal baru yang mungkin inilah masa dimana gue mencari jati diri. Tapi, tersemat pikiran bingung untuk mencoba hal-hal baru seperti apa dan disalurkan dalam bentuk bagaimana. Pramuka udah, Paskibra udah, tim olimpiade apalagi. Pikiran ini yang menghantui gue setelah dinyatakan keterima di SMA.
Hingga pada akhirnya, pihak sekolah baru gue pun mengadakan tes psikotes sebelum Masa Orientasi Peserta Didik. Setiap peserta diwajibkan membawa pensil dan masuk sesuai ruangan masing-masing yang sudah ditentukan. Gue pun masuk ruangan khusus peserta yang keterima jalur PMDK dan mulai berkenalan dengan sesama peserta jalur ini. Tiba-tiba, mata gue tertuju pada seorang wanita berkacamata di pojok kanan ruangan, berperawakan putih, agak sedikit berisi, dan sedang fokus membahas sesuatu dengan peserta di sampingnya. Tim dari tes psikotes pun datang dan kami pun melalui serangkaian tahap demi tahap tes ini.
Tes pun selesai, dan kami pun kembali ke rumah masing-masing sembari menunggu hasil tes tersebut. Setelah sampai di rumah, gue langsung buka laptop buat cari tau info tentang wanita tersebut. Siapa dia, dari mana asal sekolahnya, hingga segala sesuatu tentang dia. Akhirnya, gue berhasil menemukan siapa dia di mesin pencarian Google. Setelah gue telusuri, ternyata dia salah seorang siswi berbakat di sekolahnya. Beberapa prestasi pun tersemat di dalam diri seorang wanita tersebut. Namun, gue agak sedikit heran di setiap pencarian tentang dia, kenapa karya berbentuk tulisan-tulisan indah yang mendominasi? Setelah gue cari info, ternyata dia mempunyai minat di bidang kepenulisan. Udah banyak karya-karya yang ia hasilkan. Mulai dari novel, aktif di wattpad, hingga kepenulisan lainnya. Sempet kepikiran, kalo gue menyukai seseorang, yaa mau engga mau gue harus menerima segalanya, baik buruknya, kesukaannya, dan lain sebagainya. Artinya, secara tidak langsung gue harus suka akan hobinya tersebut, menulis. Tapi, sempet juga untuk mengurungkan niatan tersebut. Gue berpikir apa yang bisa dilakukan seseorang ketika menulis? Darimana gue mulai belajar menulis? Menulis baru satu paragraf pun kadang langsung mengalami kebuntuan dan malas melanjutkan tulisan.
Hari demi hari berlalu, niatan menyukai wanita tersebut yang awalnya secara diam-diam pun kini harus terkubur dalam-dalam. Rutinitas kembali seperti normal, mengikuti pramuka, bimbingan belajar, dan mengaji. Gue ngaji Subuh yang bertempat di sekolah gue. Setiap hari hilir mudik masuk ruangan pengajian tanpa menghiraukan keadaan lingkungan sekitar. Hingga pada akhirnya, ketika gue berangkat ngaji, mata gue tertuju pada selembaran kertas A4 berisi tulisan dengan disisipi gambar menarik di Majalah Dinding sekolah. Setelah gue baca, ternyata kertas itu berisi undangan perlombaan menulis esai yang diselenggarakan LPM Gemercik Universitas Siliwangi. Awalnya, gue engga kepikiran buat ikut perlombaan tersebut. Ngapain juga. Ditambah lagi saat itu gue belum tau apa itu esai wkwk. Apakah esai itu seperti uraian di setiap soal ujian? Lantas, mengapa uraian tersebut minimal 1000 kata? Apa yang mau gue bahas sebanyak itu? Wkwk. Tapi, lama-lama kertas tersebut terngiang-ngiang di kepala gue. Sempat kepikiran akan seorang wanita dengan hobi menulis yang lolos jalur PMDK tersebut. Apakah ini jalan gue buat ungkapin suka ke dia melalui lomba menulis? Apakah ini hal baru yang akan semakin memperluas petualangan gue tentang mencari jati diri? Ah, yang penting gue udah usaha! Gue langsung lari ke Majalah Dinding tersebut sembari membawa buku dan pulpen untuk mencatat persyaratan lomba tersebut. Setelah persyaratan gue catat, satu persatu persyaratan tersebut gue kumpulin.
Setelah seminggu penuh gue bikin esai sesuai yang diminta pihak panitia, yaa meskipun bukan esai sih menurut gue. Lebih tepatnya curhat wkwk. Gue bergegas buat melengkapi persyaratan selanjutnya sembari dikejar deadline yang semakin dekat. Persyaratan selanjutnya adalaahhhh melampirkan Kartu Siswa! Aduhhhh, gue belum punya Kartu Siswa lagi! Gue pun engga kehabisan cara. Gue langsung kontak panitia yang bisa dihubungi buat masalah gue ini. Akhirnya, panitia pun menyarankan untuk mengganti Kartu Siswa tersebut dengan Surat Keterangan yang menyatakan gue siswa aktif di sekolah bersangkutan. Gue pun mengiyakan. Besoknya, gue bergegas ke ruang TU sambil membawa berkas persyaratan lomba dan karya curhat gue untuk meyakinkan pihak TU. Di depan pintu ruang TU, gue sedikit gugup buat masuk engga yaa masuk engga yaa. Akhirnya gue paksakan buat masuk ruang TU. Suasana langsung dingin dari biasanya. Tatapan karyawan TU langsung menuju ke arah gue. Gue panas dingin sejadi-jadinya. Gue pun bergegas menghampiri salah seorang karyawan TU dan membahas masalah gue tersebut. Namun, apa yang terjadi? Gue dihujat habis-habisan. Berbagai pernyataan terlontar dari salah seorang karyawan TU tersebut.
"Anda siapa? Baru satu bulan jadi siswa baru di kelas X udah berani minta Surat Keterangan buat ikut lomba. Tuh, kakak-kakak kelas Anda pun engga berani ikut lomba tersebut. Sekolah kita belum mempunyai Karya Ilmiah Remaja seperti sekolah-sekolah lain. Jika pun Anda ingin ikut lomba, harusnya pihak guru pembimbing yang datang kepada saya, bukan Anda. Tapi kan kita engga punya organisasi tersebut, mana ada pembimbingnya. Lagian surat undangan tersebut berasal dari pihak panitia yang datang ke sekolah. Kemudian oleh kami ditempelkan di Majalah Dinding sebagai tanda bahwa kita mengapresiasi lomba tersebut, meskipun engga mengirimkan peserta buat ikut lomba tersebut," ujar salah seorang karyawan TU tersebut menandakan bahwa gue engga berhasil dapet Surat Keterangan tersebut.
Terkadang yang paling menyakitkan adalah cibiran dan prasangka buruk yang datang dari orang yang kita anggap akan memberikan sebuah dukungan. Tapi, justru dari sanalah sebenarnya gemblengan bagi orang-orang yang mau berkarya. Sebagaimana pujian tak selamanya membangun dan kritikan pun tak selamanya melemahkan. Sebab kita tak sedang mencari suatu pujian ataupun tepuk tangan. Dari sana kita diuji seberapa besar kekuatan tekad dan seberapa luas hati kita. Jika tujuan kita adalah berkarya, maka biarkan karya kita yang bicara!
Gue pun keluar dari ruang tersebut sambil menyobekkan berkas persyaratan dan karya curhat gue dan memasukkannya ke dalam tong sampah. Kecewa tak tau apa lagi yang harus gue lakukan selanjutnya. Selama perjalanan dari ruang TU menuju ruang kelas, tak terasa air mata gue bercucuran tak mempedulikan lingkungan sekitar yang menyaksikan gue seperti itu. Gue nangis sejadi-jadinya. Seorang lelaki yang katanya akan tetap kuat, tapi akhirnya menangis hanya karena masalah tersebut.
Di tengah perjalanan menuju kelas di tengah kondisi gue lagi nangis, ternyata ada salah seorang guru BK memperhatikan gue dari awal keluar ruang TU. Beliau pun menghampiri gue sambil menanyakan kenapa gue seperti ini. Gue pun ceritain semua yang terjadi. Mungkin karena sudah menjadi kebiasaan menghadapi kondisi siswa seperti ini, guru BK tersebut pun mengeluarkan trik jitunya menghadapi siswa kaya gue. Setelah gue berhenti menangis, gue pun pamit buat kembali ke kelas karena waktu istirahat sudah selesai.
Di saat kegiatan belajar mengajar, gue engga henti-hentinya melamun memikirkan apa yang udah terjadi tadi. Kala itu, pengajar pun tak berani menegur gue karena saat itu sedang jadwal pelajaran Matematika dengan guru BK tadi sebagai pengajarnya. Mungkin, dalam benak beliau belum berani menegur gue karena ia paham akan kondisi yang udah menimpa gue. Jam pelajaran selesai, bel pun berbunyi menandakan pergantian pelajaran. Namun, ada sesuatu yang luar biasa terjadi. Sebelum beranjak meninggalkan kelas, guru BK tersebut menghampiri gue sembari menyodorkan sebuah amplop coklat berlogo sekolah. Gue pun bingung dan kaget apa maksudnya. Setelah gue buka, ternyata SURAT KETERANGAN kalo gue aktif siswa sekolah! Gue pun langsung berterima kasih kepada beliau sembari lagi-lagi tak terasa air mata gue menetes kesekian kalinya.
Setelah sekolah sudah selesai, gue pun bergegas ke rumah untuk kembali melanjutkan persyaratan perlombaan tersebut. Setelah di anggap selesai, tinggal melalui tahap transfer uang pendaftaran dan pengiriman karya. Sempat kembali mempunyai masalah perihal transfer pendaftaran perlombaan. Karena gue engga punya rekening buat transfer uang tersebut. Bahkan sampai sekarang pun tulisan ini dibuat, gue masih aja belum punya rekening wkwk. Tak kehilangan cara, gue kontak kembali pihak panitia perihal masalah gue tadi. Akhirnya, panitia pun menyarankan untuk melakukan transfer via Brilink dan lain sebagainya. Gue pun menuruti saran tersebut. Berkas pun sudah beres, tinggal akhirnya mengirim berkas tersebut via gmail. Setelah gue kirim berkas tersebut, gue pun menunggu pengumuman yang udah ditentukan panitia.
Hari demi hari berlalu. Gue semakin deg-degan menunggu hasil tersebut. Yang menjadi pikiran dari menunggu hasil tersebut, bukan perihal menang atau kalahnya. Karena perihal menang maupun kalah sudah biasa dalam kompetisi. Toh, gue belajar otodidak dan masih belajar juga kan. Tapi, yang gue takutkan bukan perihal itu, melainkan kepercayaan seorang guru BK kepada gue yang udah bantu buat Surat Keterangan dari TU. Artinya, engga kebayang sindiran demi sindiran dari pihak TU kalo gue kalah. Yaa, tapi setidaknya gue udah mencoba kan?
Pengumuman perlombaan pun tiba. Tepat malam hari sesudah Salat Isya, panitia mengupload hasilnya via Instagram. Gue pun deg-degan sambil membuka slide demi slide hasil pengumuman tersebut. Duh, panitia ngeselein banget sih! Bikin gue deg-degan parahhh! Gue geser slide, Juara 1 bukan gue. Gue geser lagi, Juara 2 lagi-lagi bukan gue. Sebelum gue geser slide selanjutnya, gue sempet frustasi. Gue gagal! Gue siap mendengarkan cemoohan pihak TU! Terlebih, Juara 1 dan 2 pun berasal dari sekolah yang sama dan terkenal akan KIRnya. Sambil memejamkan mata, gue paksakan geser slide selanjutnya. Mata gue sedikit demi sedikit gue buka, daaannn terpampang nama gue sebagai JUARA 3!
Saking semangatnya juara, gue langsung telepon panitia yang menandakan gue juara. Dengan polos gue bahas teknis pengambilan hadiah buat paketin aja ke alamat gue. Karena waktu itu, gue kira lomba ini engga jauh beda sama lomba foto bayi yang ada di Instagram, yang hadiahnya di paketkan ke alamat pemenang. Terdengar samar-samar cekikikan panitia ketika gue bahas itu, menahan tawa sambil menjaga profesionalismenya sebagai seorang panitia bahkan jurnalis. Panitia pun menjelaskan kalo setiap pemenang nantinya akan diundang ke Universitas Siliwangi mengikuti serangkaian kegiatan Seminar Gebyar Jurnalis Muda, sambil sesekali menahan cekikikannya tadi. Gue pun mengiyakan sambil menahan malu betapa begonya gue saat itu wkwk.
Kegiatan seminar pun tiba, pagi-pagi gue masih berkutat akan perihal perizinan dan transportasi ke tempat kegiatan. Karena saat itu, bisa dibilang gue ilegal ikut perlombaan karena engga ada pembimbing dan bukan utusan resmi sekolah. Akhirnya, terlintas dipikiran untuk membuat surat izin biasa ke kelas, bukan surat izin resmi dari sekolah. Setelah masalah perizinan selesai, selanjutnya adalah transportasi. Gue engga mungkin dong pake angkot. Karena saat itu hari sudah siang dan pasti bakalan terlambat ke tempat kegiatan. Akhirnya gue konsultasi sama kakak ipar gue, Pak Rofiq. Beliau pun mengantarkan gue menuju Universitas Siliwangi menggunakan mobilnya. Gue pun tiba di depan gedung tempat kegiatan berlangsung dengan tepat waktu.
Gue keluar dari mobil, panitia pun langsung menyambut gue dari luar kek di film-film gitu wkwk. Ada salah seorang panitia menghampiri kakak ipar gue sambil bersalaman memanggil bapak. Karena kebetulan kakak ipar gue juga salah seorang pengajar di sekolah gue. Gue pun menghiraukannya. Panitia menuntun gue ke bagian administrasi buat tanda tangan ini itu. Setelah itu, mengajak gue masuk ke dalam ruangan mengikuti seminar. Gue terkejutttt! Gue kira gue duduk di barisan bareng peserta seminar, ternyata gue duduk di bagian meja bundar kek Indonesia Lawyers Club gitu. Karena pada saat itu pematerinya berasal dari pegiat literasi, notulen Indonesia Lawak Klub, Kang Mamah Suherman. Mungkin karena alasan tersebut, pihak panitia mempunyai konsep seperti itu menyesuaikan pematerinya. Gue bergegas menuju meja bundar, berjalan di atas karpet merah tepat di tengah-tengah ruangan. Baru berjalan di atas karpet merah, ada salah seorang memanggil gue sambil bertanya, "Rif, lu ikutan seminar ini? Kenapa pake baju batik bukan baju organisasi Genius Crew? Dari kapan lu jadi anggota Genius Crew?" ucap salah seorang peserta seminar dari belakang.
Setelah gue lirik ke belakang, ternyata ada peserta seminar dari sekolah gue! Jumlahnya pun engga tanggung-tanggung. Sekitar 50 orang peserta seminar dari sekolah gue duduk berjejer rapi paling belakang. Mungkin mereka juga terlambat karena jarak dari sekolah ke tempat kegiatan cukup jauh. Perlu diketahui, Genius Crew merupakan sebuah organisasi bidang fotografi. Yaa sebenarnya kalo niat sih bisa juga disalurkan menjadi semacam KIR gitu, disamping sekadar fotografi. Tapi gapapa lah. Gue pun engga menjawab pertanyaan tersebut dan malah tersenyum menanggapinya. Pihak panitia pun menuntun gue buat duduk di meja bundar. Kegiatan seminar pun dimulai, Kang Maman Suherman membahas mengenai jurnalistik, kriminologi, dan segala hal yang berbau bidangnya. Gue pun berkenalan dengan rekan sesama pemenang juara di meja bundar tersebut untuk memecah keheningan.
Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pengumuman kejuaraan lomba menulis esai oleh pihak LPM Gemercik Universitas Siliwangi. Yang pertama kali dipanggil adalah gue sebagai juara 3. Gue pun maju ke depan. Temen-temen gue berlima puluh orang pun sontak kaget dan sebagian ada yang berdiri melihat gue maju ke depan, dan sebagian lagi berlari ke depan untuk mendokumentasikan kejuaraan gue menggunakan kameranya. Setelah semua berfoto resmi, foto gaya, dan foto bareng peserta, gue pun bergegas kembali ke meja bundar. Temen-temen gue langsung mengerumuni gue di meja bundar. Sontak suasana menjadi sedikit ramai dengan berbagai pertanyaan temen gue.
"Kenapa lu engga bilang kalo lu juara?"
"Dari kapan lu jadi suka nulis? Wkwk,"
"Pajak juaranya euy ka Asia Plaza, ah!"
Gue pun saat itu cuma bisa tersenyum sambil diwawancarai pihak Genius Crew yang entah untuk apa dan...
...ngapain coba wawancara lagi acara? Wkwk
Rangkaian kegiatan Gebyar Jurnalis Muda oleh LPM Gemercik pun telah selesai. Tak lupa gue bilang terima kasih kepada pihak panitia. Dari sana, gue semakin termotivasi buat terus menulis. Gue berpikir, gue nulis curhat aja juara, apalagi kalo gue serius di bidang kepenulisan? Semenjak saat itu gue fokus menulis. Gue lepas organisasi yang menjadi rutinitas gue selama ini. Esoknya, Majalah Dinding yang berisi undangan lomba menulis dari LPM Gemercik pun berubah menjadi semacam poster profil gue juara Gebyar Jurnalis Muda hasil dari wawancara anak Genius Crew. Poster tersebut pun sempat trending di sekolah hingga pada hari Senin pihak sekolah mengumumkan gue maju ke depan menerima kejuaraan tersebut saat upacara selesai. Dari sana peluang untuk mengikuti lomba-lomba lainnya pun terbuka lebar.
Tahun 2018, setelah gue naik kelas ke kelas 11, ada notifikasi gmail masuk ke hp gue. Pas gue cek, ternyata pihak panitia Gebyar Jurnalis Muda meminta nomor whatsapp gue. Sebut saja Teh Siska Fajar Kusuma, ketua pelaksana kegiatan tersebut. Gue pun balas gmail tersebut dengan memberikan nomor whatsapp. Ternyata, Gebyar Jurnalis Muda tahun 2018 diadakan kembali pada bulan yang sama, September. Gue pun mengikuti lomba tersebut. Tanpa tunggu lama, akhirnya waktu pengumuman pun tiba. Gue yang 2017 juara 3, kini menjadi juara 1 mengalahkan juara sebelumnya. Gue diantar kembali sama kakak ipar gue. Seperti biasa ada seorang panitia menghampiri kakak ipar gue sambil bersalaman. Gue pun penasaran dan langsung bertanya ke panitia tersebut. Ternyata, panitia tersebut merupakan alumni sekolah dan mondok di pesantren di lingkungan sekolah gue. Namanya Teh Jenna. Seorang jurnalis yang selalu menyisipi setiap tulisannya dengan landasan agama. Salah satu tulisan yang gue kagumi sampat saat ini dari Teh Jenna yaitu, "Seorang Pemikir Disertai Pezikir".
Tak tanggung-tanggung, gue ajak temen gue yang sama-sama suka menulis, buat ikut lomba ini. Akhirnya, Juara 1 dan Juara 2 tersemat bagi sekolah kami pada kegiatan Gebyar Jurnalis Muda 2018. Seperti biasa, gue berterima kasih kepada pihak panitia. Namun ada sedikit yang berbeda, gue langsung menanyakan keberadaan Teh Siska Fajar Kusuma buat berterima kasih telah menyelenggarakan lomba Gebyar Jurnalis Muda yang membuat gue termotivasi sejauh ini. Tapi, ternyata Teh Fajkus, panggilan Teh Siska Fajar Kusuma, bahas kalo ketua pelaksana tahun ini bukan dia, tapi Teh Rina Amelia. Tapi, yaa sama ajalah mau siapa juga yang terpenting gue terima kasih kepada Gebyar Jurnalis Muda! Terima kasih LPM Gemercik! Terima kasih Universitas Siliwangi!
Berangkat dari motivasi seserhana, sebuah kemenangan di bidang kepenulisan Gebyar Jurnalis Muda oleh LPM Gemercik Universitas Siliwangi, gue bisa berada di titik ini. Seorang anak daerah yang bahkan ke luar Tasik pun jarang, apalagi naik kereta hingga pesawat. Tapi, bisa membawa seorang gue mewujudkan mimpi tersebut. Pulau Jawa sudah gue kelilingi. Padang, Bali, dan Makassar sudah gue singgahi. Asia Tenggara sudah seperti tempat main sehari-hari. Benua Eropa sudah gue jejaki. Qatar, Abu Dhabi, Turki sudah gue penuhi salam kertas pesanan temen-temen kelas. Duduk di kursi parlemen di Senayan yang sudah sering pihak LPM kritisi. Bertemu dengan orang-orang hebat di seluruh Indonesia.
Beranjak kelas 12, kecintaan gue terhadap LPM ini semakin menjadi. Sebuah seminar jurnalistik hadir di sekolah gue. Difasilitasi pihak Genius Crew dengan Pembina Gemercik Media sebagai pematerinya, Pak Prama. Gue duduk di barisan pertama, berharap bisa dipilih untuk selanjutnya tanya jawab dengan beliau. Hingga pada akhirnya, gue terpilih untuk dapat bertanya, dan gue pun engga menyia-nyiakan kesempatan ini. Sebelumnya gue membahas mengenai perjalanan gue sehingga tau LPM Gemercik dan mulai menyukai literasi. Saat gue bercerita, tak sadar air mata gue lagi-lagi menetes. Ekspresi Pak Prama pun terlihat menyimak kalimat demi kalimat yang gue ucapkan. Setelah selesai bercerita, gue ajukan pertanyaan konyol, "Bagaimana tips & trik pihak LPM Gemercik bahkan Bapak sendiri dalam mengelola LPM ini? Sehingga bermunculan jurnalis-jurnalis hebat seperti Teh Fajkus, Teh Jenna, dan Teh Rina? Terakhir, titip salam kepada pihak LPM Gemercik, Teh Fajkus, Teh Jenna, dan Teh Rina ya, Pak!" ujarku sambil dibarengi beberapa tangisan beberapa peserta seminar yang mungkin terharu dari cerita gue.
Kejadian mengejutkan pun tiba. Gue engga menyangka sebelumnya. Gue kira, Pak Prama bakal jawab pertanyaan gue. Ternyata tidak. Pak Prama mempersilakan gue buat maju ke panggung, dan beliau pun memeluk gue sambil berkata, "Terus berkarya, ya! Bapak akan sampaikan salam kepada temen-temen Gemercik," ucap beliau sambil gue menangis bangga.
Gue pun mengambil beberapa pelajaran dari LPM Gemercik ini.
Pertama, faham. Sejatinya kenapa gue memilih terjun ke dunia ini, untuk apa gue berada di sini, dan berada dalam track perjuangan sebagai passport stamp hunter. Gue harus menyelesaikan terlebih dahulu terkait tujuan awal mengapa memilih untuk terjerumus ke dunia ini. Karena tingkat kefahaman seseorang juga akan sangat menentukan kualitas perjuangan seseorang dalam bertindak.
Kedua, pengorbanan. Berkegiatan seperti ini bukanlah jalan yang diselimuti dengan berjuta fasilitas kemewahan pun menggiurkan. Tahapan ini begitu sulit ditempuh, penuh rintangan, problematika yang akan datang menghadang, hujatan, cacian, cemoohan, kesepian diri, merasa terasing sudah tentu akan kita dapat dan rasakan. Berkegiatan seperti ini akan menyita sebagian hidup gue, waktu, harta, maupun jiwa. Hanya untuk mewujudkan mimpi besar gue untuk merubah Indonesia. Dan hanya orang-orang yang siap berkorban yang akan mampu bertahan di tengah dinamika perjuangan yang begitu menyesakkan.
Ketiga, kepercayaan. Dalam perjuangan yang mengemban visi dan misi bersama, perlu adanya kepercayaan yang dibangun di sana. Percaya bahwa mimpi dan misi besar yang diperjuangkan kelak akan mampu terealisasi dan memberikan dampak positif bagi kemaslahatan orang lain dan perubahan bangsa ke arah yang lebih baik. Percaya kepada sesama tim yang membersamai kita dalam sebuah perjuangan. Dan dengan kepercayaan tim maka akan semakin mengkokohkan bangunan perjuangan kita, tidak mudah terprovokasi, tidak mudah goyah, dan senantiasa berpikir positif dengan segala sesuatu yang dilakukan oleh rekan tim organisasi kita.
Keempat, persaudaraan. Perjuangan berorganisasi yang kita lakukan bukanlah perjuangan yang mudah yang hanya bisa diselesaikan secara individu. Tapi perjuangan ini adalah perjuangan yang berat, tak jarang akan mudah menjadikan kita patah semangat, dan lemah tak bergairah. Oleh karena itu, peran tim dalam perjuangan ini sangat penting. Karena seidealis apapun seseorang, sebrilian apapun ide seseorang, ketika hanya dilakukan sendiri akan terasa begitu berat, dan butuh waktu lama untuk merealisasikannya. Layaknya sebuah lidi, ketika ia hanya sebatang saja, mungkin ia akan tetap bisa untuk menyapu sampah yang ada, tapi sayangnya sangat sedikit. Butuh waktu lama dan akan lebih mudah untuk dipatahkan. Berbeda dengan sapu lidi yang terdiri dari banyak batang lidi yang bersatu dalam satu ikatan yang kuat mengemban visi dan misi bersama untuk membersihkan sampah yang ada, maka efeknya pun lebih besar. Sampah yang dibersihkan lebih banyak, waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan yang paling utama adalah ia takkan mudah terpatahkan.
Kelima, tindakan nyata. Seseorang dalam berorganisasi tidak hanya pandai beretorika, tidak hanya pandai berteriak lantang dijalanan meneriakkan aspirasi rakyat, dan tidak pula hanya pandai dalam mengkritik pemerintahan. Tapi ia juga mampu melaksanakan fungsinya sebagai insan moral intelektual dan insan polititk yang mampu melakukan hal-hal besar dan melakukan kerja besar untuk sebanyak-banyaknya memberikan manfaat bagi siapapun.
Keenam, totalitas. Seseorang yang berorganisasi harus siap all out dalam berjuang, tidak setengah-setengah, ia akan mempersembahkan segenap potensi, mendarmabaktikan hidupnya, kesemangatannya, dan komitmennya untuk perjuangan ini. Ia sangat sadar sejatinya tidak ada kemenangan yang diperoleh dalam perjuangan melainkan karena keseriusan dan totalitas dari para pejuangnya untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang telah ia cita-citakan. Ia akan tetap bertahan, kokoh berdiri bagaikan karang, meskipun ombak, dan badai lautan senantiasa menerjang.
Kini, masa-masa SMA gue akan segera berakhir. 3 tahun kebersamaan bersama LPM Gemercik akan segera usai. Di jenjang perkuliahan nanti, mungkin gue akan beralih profesi kembali seperti halnya saat kelas 10 dulu. Mungkin juga tidak. Tapi gue engga mau bersaing dengan Gemercik kalo sekiranya nanti gue tetep di situasi ini. Gue terlanjur jatuh cinta sama LPM ini.
Aku dan kamu pernah bertemu dalam sebuah lingkar kompetisi. Di Gebyar Jurnalis Muda ini, kita pernah saling berebut memperjuangkan mimpi. Namun, untuk urusan negeri, bolehkah aku dan kamu saling berkolaborasi?
Terima kasih, Gemercik! Arif Muhammad Iqbal pamit undur diri.
Semangat selalu Arif! 💪
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus